Kaki Tiga Kali Diamputasi Akibat Tsunami, Mukhtar Tetap Bekerja Keras

Posted: Maret 2, 2014 in Tsunami Aceh
Tag:, , , , ,

INGATACEH.WORDPRESS.COM– Lelaki itu berjalan dengan langkah tertatih-tatih menuju sebuah gudang di Lhoknga, Aceh Besar, Aceh. Sepasang tongkat ikut menemaninya. Dengan menggunakan baju kaos dan celana tanggung, lelaki yang kaki kanan sudah diamputasi itu hendak menyetir mobil. Sesampai di gudang, ia membuka pintu mobil dan kemudian menghidupkannya.

Lelaki itu adalah Mukhtar, 40 tahun. Warga Gampong Lamkruet, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Aceh ini saban hari bekerja di sebuah toko bangunan di kecamatan tersebut. Meski kaki kanan sudah diamputasi, ia masih bisa menyetir mobil untuk mengangkut material bangunan kepada pelanggannya.

Pagi itu, Mukhtar hendak mengangkut semen, batu bata, dan besi kepada pelanggannya dengan menggunakan mobil L300. Ia menyopiri sendiri mobil itu. Dibantu seorang temannya, ia berangkat dari gudang menuju rumah pelanggan.

“Untuk mengangkat semen dari bawah saya sudah tidak sanggup karena tidak punya kaki sebelah. Tapi kalau letak semen di atas, saya masih sanggup mengangkatnya,” kata Mukhtar saat ditemui detikcom, di Pantai Lhoknga, Aceh Besar, Senin (23/12/2013).

Tanpa kaki, bukan alasan bagi Mukhtar untuk tidak bekerja. Di toko bangunan itu, Mukhtar mengerjakan apa yang ia bisa. Kadang, tugasnya membeli barang ke Banda Aceh dan kadang pula ia harus mengantar barang kepada pelanggan. Jika barang dalam jumlah sedikit, Muktar lebih memilih menggunakan becak mesin untuk mengantarkannya.

Sebelum tsunami menerjang Aceh Desember 2004 silam, Mukhtar memang sudah bekerja di toko bangunan tersebut. Saat itu anggota tubuhnya masih sempurna sehingga ia kerap diminta untuk membawa bahan bangunan dengan menggunakan truk interkuler ke berbagai daerah di Aceh. Ia masih sanggup bekerja apapun yang diminta kala itu.

Tapi saat tsunami meluluh lantakkan Aceh, Mukhtar harus mengiklaskan kaki kanannya di amputasi sebanyak tiga kali. Mukhtar berkisah, pada Minggu 26 Desember 2004 silam, ia bersama istri dan dua anaknya sedang berada di rumah di kawasan Lhoknga, Aceh Besar. Ia kemudian dijemput oleh tauke tempat ia bekerja untuk memindahkan truk interkuler ke dalam garasi.

Setelah pekerjaan selesai, Mukhtar pulang ke rumah yang berjarak sekitar 500 meter dengan berjalan kaki. Tiba-tiba bumi bergoyang hebat. Sesampai ke rumah, sejumlah warga menyebutkan bahwa air laut sudah naik. Belum sempat ia lari untuk menyelamatkan diri, air laut sudah sampai ke rumahnya. Ia akhirnya terbawa air sejauh tiga kilometer.

“Saat terbawa air, kaki saya ke depan sehingga terbentur dengan tembok rumah warga. Saat itu saya sudah mengetahui kaki kanan saya sudah patah,” jelas Mukhar.

Meski kaki patah, Mukhtar tetap harus berjuang hidup dalam gelombang dahsyat itu. Ia selamat setelah berhasil bertahan di atas papan yang hanyut dibawa tsunami. Selain kaki, tangan kanannya juga ikut patah terkena benda-benda yang terbawa air laut. Ia harus berenang ke tepi gunung dengan menggunakan kaki kiri dan tangan kiri.

“Saya selamat di dekat gunung atau sekitar tiga kilometer dari rumah,” ungkap Mukhar.

Setelah berhasil meraih daratan, Mukhtar akhirnya pingsan dan baru dievakusi oleh warga sekitar pukul 15.00 WIB sore. Ia kemudian di bawa ke gedung PKK tak jauh dari perkampungan dan akhirnya di bawa ke sebuah sekolah yang lokasinya lebih aman.

“Saat di gedung PKK itu, ada isu air laut naik lagi. Saya tidak bisa lari dan akhirnya saya memilih untuk naik ke lantai dua,” kata Mukhtar.

Setelah bertahan selama semalam di sekolah, baru pada Senin Mukhtar di evakuasi ke Rumah Sakit Kesdam Banda Aceh untuk mendapat perawatan. Dokter yang menanganinya meminta agar kaki kanannya untuk diamputasi karena sudah tidak bisa disembuhkan. Mukhtar hanya pasrah dan menyanggupi permintaan dokter.

Baru pada hari kelima tsunami kaki kanannya di amputasi hingga di atas lutut oleh dokter di RS Kesdam Banda Aceh. Walaupun sudah diamputasi, tapi kakinya terus infeksi. Mukhtar kemudian memilih berobat ke Rumah Sakit Elizabet, Medan. Dokter di sana juga meminta agar kakinya diamputasi untuk kedua kali. Ia pun menyanggupinnya.

“Setelah amputasi kedua, kaki saya juga masih mengalami infeksi. Sehingga dokter di RS Elizabet Medan kembali meminta untuk mengamputasi kaki saya. Saya juga menyanggupinya. Saya hanya meminta sama dokter agar dapat menyembuhkan saya agar saya bisa menjalani kehidupan kembali,” jelas Mukhtar.

Selain kehilangan kaki, Mukhtar juga harus merelakan istri dan kedua anaknya hilang saat tsunami menerjang. Ia harus bertahan hidup sebatang kara kala itu. Tapi tak lama berselang, Mukhtar akhirnya menikahi Siti Rahmah, (27) warga Lhoknga, Aceh Besar. Bersama Rahmah, Mukhtar sudah mempunyai dua orang anak yaitu Haris Maufuzi (6) dan Intan Munawwarah (3).

Tujuh bulan usai tsunami, Mukhtar terus mencoba bangkit dengan segala keterbatasan. Saat itu, ia mulai bekerja sebagai tukang servis AC dan membawa becak barang. Untuk servis AC, Mukhtar pernah mengikuti sebuah pelatihan yang dibuat oleh sebuah LSM yang ada di Aceh waktu itu untuk korban tsunami. Namun, karena tidak mempunyai kaki sebelah, Mukhtar tidak sanggup mengangkat AC ke atas rumah. Berselang beberapa bulan kemudian, Mukhtar kembali meminta bekerja di toko bangunan tempat ia bekerja sebelumnya.

Pemilik toko bangunan itu menerima permintaan Mukhtar dan kemudian meminta Mukhtar untuk bekerja apa yang bisa ia kerjakan. Karena pernah bekerja sebagai montir selama tiga tahun sebelum tsunami, Mukhtar sedikit banyak sudah tau tentang mobil sehingga meski tanpa kaki ia masih bisa menyetir mobil untuk mengangkut berbagai barang bangunan.

“Mobil itu, kalau bannya sudah berputar tidak akan mati lagi. Jadi meski saya tidak punya kaki saya Alhamdulillah masih bisa menyetir mobil,” ungkap Mukhtar.

Mukhtar bekerja di toko bangunan itu mulai dari Senin hingga Sabtu. Sementara hari Minggu, Mukhtar lebih memilih untuk membantu istrinya yang berjualan di pantai Lhoknga, Aceh Besar. Di sana mereka berjualan minuman dan makanan ringan kepada para pengunjun pantai yang duduk di lapak mereka. Mukhtar sudah berjualan di pantai Lhoknga selama 10 bulan.

Motivasi Mukhtar untuk hidup mandiri cukup kuat. Ia lebih memilih tetap bekerja meski anggota tubuh sudah tidak sempurna dibandingkan menjadi pengemis yang suka meminta-minta. Walau mempunyai sejumlah kendala saat bekerja, tapi Mukhtar tetap ingin bekerja dengan menyelesaikan setiap pekerjaan semampu ia kerjakan.

“Kita harus mampu bekerja untuk diri sendiri dan jangan suka berharap dari orang lain. Saya tidak putus asa dengan musibah ini,” tutur Mukhtar.

Usai tsunami menyapu Aceh, sejumlah bantuan kaki palsu diterima Mukhtar dengan berbagai model. Tapi ia tidak menggunakan kaki palsu yang dibagikan itu dan memilih untuk menggunakan tongkat. Alasannya, ia merasa tidak nyaman saat duduk jika menggunakan kaki palsu.

“Lebih enak begini. Pakai kaki palsu itu tidak nyaman,” jelas Mukhtar.

Sumber : Detikcom

Tinggalkan komentar